Social Icons

Pages

Jumat, 08 November 2013

PSS Sleman, Rasa Cinta, Rasa Saling Memiliki.



Mungkin ada yang sedikit heran dengan apa yang terjadi dengan PSS Sleman 3 musim belakangan ini.
Bagaimana bisa tim yang berdomisili di kabupaten kecil yang peduduknya tak lebih dari 1.093.110 jiwa sempat membuat terheran-heran dengan masuk 10 besar salah satu web wadah suporter dunia, menduduki trending topic twitter tiap tim kecil ini berlaga, meski entah liga yang mereka ikuti diakui FIFA atau tidak.

Supporter, mereka lah sebenarnya nafas utama dalam sistem sepakbola modern sekarang ini, yang menjaga kelangsungan hidup suatu klub. Saya sendiri sudah terlalu bosan dijejali berita betapa lebarnya tentakel gurita bisnis Sleman Fans untuk ikut menghidupi PSS Sleman.

Beberapa tahun lalu, Liga Indonesia adalah liga yang dihidupi lewat APBD, ya tim-tim yang berlaga lebih banyak dibantu (baca: menghabiskan) uang hasil pajak untuk kepentingan klub, sedang klub sendiri terkesan adem-ayem tanpa mencoba mengeksploitasi rasa cinta dari masing-masing regional mereka.

Kesadaran suporter di Sleman tampak begitu terasa belakangan, masing masing wadah suporter  nampak begitu jeli memanfaatkan celah untuk memperkokoh sektor finansial klub, belum lama ini tersiar kabar jika salah satu wadah suporter mereka siap menggelontorkan dana hingga 50juta untuk PSS dari hasil geliat bisnis mereka, jumlah yang sedikit banyak mampu membantu klub yang berdiri tahun 1976 ini.



Untuk sektor kesadaran pemanfaatan rasa cinta yang saling menguntungkan mungkin bisa kita sudahi.

Berlanjut ke venue pertandingan.
PSS Sleman sudah tak asing dengan situasi gonta-ganti kandang, pernah memakai Mandala Krida yang notabene adalah kandang PSIM Yogyakarta saat ini, Stadion Tridadi, dan Maguwoharjo International Stadium.

Saat ini  sendiri PSS menggunakan Maguwoharjo International Stadium sebagai venue tiap mereka berlaga dengan status kandang, stadion yang berkapasitas 40.000 pasang mata tengah menjadi saksi bisu tiap PSS berlaga.
Maguwoharjo Stadium sendiri pernah memecahkan rekor pendapatan terbanyak kala PSS Sleman menjamu Persis Solo (9/6/2013) dalam lanjutan kompetisi DU LPIS 2013, hampir menyentuh angka Rp446 juta. Rata-rata pendapat tiap pertandingan sendiri ditaksir 350 juta / match.
dari data diatas bisa saya tarik kesimpulan bahwa PSS Sleman adalah klub yang kesehatan finansialnya sudah tak perlu diragukan, dan ini salah satu kelebihan Sleman untuk mendatangkan bintang dengan kualitas wahid musim depan, seperti kita ketahui bahwa masalah gaji terlambat hingga gaji tak kunjung turun adalah masalah yang membelit banyak klub di Indonesia.

Ada beberapa cerita menggelitik yang ingin saya ceritakan disini, tentu tak akan jauh dari rataan jumlah penonton karena kita sedang membahas bab ini.

Hari Jum'at, 1 November 2013. Manajemen PSS berencana menghelat laga pemanasan bagi Super Elja sebelum mengarungi semifinal DU LPIS, rencana awalnya PSS akan melakukan latih tanding dengan Timor Leste U-23 yang sebelumnya juga menjadi lawan tanding Timnas U-23.
Sebelum pertandingan, beberapa hari sebelumnya manajemen PSS mengeluarkan statement bahwa PSS akan dibantu beberapa punggawa Perseman Manokwari dan Persiba Bantul, kemudian menyebut brand PSS Plus pada pertandingan esok hari yang sontak membuat kedua wadah suporter Brigata Curva Sud dan Slemania mengernyitkan dahi.

2 hari sebelum pertandingan terjadi kampanye dimedia-media sosial bermaksud memboikot pertandingan karena berbagai sebab, ada yang nge-tweet "SUPORTER BUKAN SAPI PERAH !" - "PSS PLUS BUKAN PSS", dan lain sebagainya. Benar saja, menjelang kick off tak nampak keriuhan seperti tiap kali Sleman berlaga, stadion sunyi senyap dan target panpel mengenai pendapatan tiket meleset sangat jauh dari perkiraan.
Menurut saya pribadi, itu hal yang luar biasa, kesadaran mereka bahwa yang mereka dukung dan cintai tak bisa dimanipulasi, ini keselarasan logika dan perasaan. Dan ini adalah satu contoh gerakan bahwa manajemen tak semestinya memanfaatkan suporter seperti sapi perah, karena "Football (business) Without Fans Is Nothing", and you know what i mean...

Hasil kampaye lewat media sosial ? Bisa jadi

Sebagai catatan.Sleman Fans, bukan hanya sekumpulan pemuda fanatik yang rela mati konyol tanpa melakukan hal berarti bagi klub, mereka adalah generasi yang berfikir bahwa semangat, suara, harta, dan doa mereka tak akan sia-sia, dan tak boleh sia-sia.

PSS adalah candu bagi mereka, hiburan mendebarkan tiap akhir pekan setelah kelelahan 6 hari berkarya.
PSS adalah identitas, PSS adalah cinta, dan PSS adalah satu dari keluarga besar yang mereka miliki.

Salam.

2 komentar:

  1. aaaah! bagus mas e! seperti pengakuan cinta :D

    BalasHapus
  2. makasi nggun, tapi mati kata ditengah naskah, ending skripnya kalo aku baca jadi engga masuk :D

    BalasHapus

 
Blogger Templates